"Kami diciptakan untuk-Mu ya Tuhan,
jiwa kami belum tenang sebelum beristirahat pada-Mu."
Ungkapan
di atas keluar dari lubuk hati seorang makhluk ciptaan Allah yang
begitu rindu untuk bersatu dengan Allah Sang Pencipta. Itulah Santo
Agustinus, seorang Bapak dan Pujangga Gereja yang termashyur. Apa yang
dikatakannya merupakan jawaban sekaligus kerinduannya yang besar
terhadap Rumah Bapa. Ia sadar bahwa kehidupan manusia di dunia ini
hanyalah suatu persiapan untuk suatu kehidupan pada suatu dunia yang
akan datang, dalam kemuliaan surgawi, suatu kehidupan yang mulia tempat
kita dapat memandang Allah dari muka ke muka dalam kebahagiaan (Visiun
Beatifica), sambil memuji dan memuliakan-Nya sampai kekal (bdk. Why
15:3-4).
Itulah
kebahagiaan abadi yang disediakan Allah untuk semua ciptaan-Nya. Inilah
suatu kerinduan setiap orang kristen yang sedang dalam peziarahan
menuju tanah air surgawi. Kerinduan itu akan dipuaskan Allah saat
kehidupan kita beralih dari dunia ini, menuju rumah abadi. Saat itulah
kepuasan dan kebahagiaan yang kita rindukan tidak pernah berakhir.
Itulah kebahagiaan kekal.
Hidup
kita di dunia ini merupakan suatu peziarahan. Kita adalah
musafir-musafir Allah yang sedang dalam peziarahan menuju ke rumah Bapa
di surga. Keyakinan kita mengajarkan bahwa setelah kehidupan kita
berakhir di dunia ini, kita akan menemukan suatu kediaman abadi. Dengan
demikian bagi kita kematian bukanlah akhir dari segala-galanya. Kematian
hanyalah suatu peralihan dari dunia yang nyata kepada dunia yang baru
seperti yang dikatakan dalam kitab Wahyu: "Aku melihat langit yang baru
dan bumi yang baru sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah
berlalu dan lautan tidak ada lagi. Aku melihat kota yang kudus
Yerusalem surgawi turun dari surga dari Allah, yang berhias bagaikan
pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya" (Why 21:1-2). Walau
hidup di dunia ini penuh dengan penderitaan, perjuangan, dan kesedihan,
tetapi di kota kediaman abadi, Allah akan menghapus segala air mata dari
mata kita dan maut tidak ada lagi; tidak ada lagi perkabungan dan ratap
tangis atau dukacita sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu
(bdk. Why 21:4).
Secara
nyata, sebenarnya inti ajaran kristiani terletak pada misteri Paskah;
wafat dan kebangkitan Kristus. Tidak ada ajaran kristiani yang terpisah
dari misteri ini. Kristus memanggil kita untuk mengambil bagian dalam
misteri keselamatan-Nya. Kematian Kristus menunjukkan kematian manusia
lama kita dengan segala dosa kita dan kebangkitan-Nya dari alam maut
menunjukkan kebangkitan kita untuk menjadi manusia yang baru. Dengan
demikian kematian Kristus, salib, dan kebangkitan-Nya, mengandung nilai
redemtif atau penebusan. Kita semua diselamatkan berkat darah Kristus
yang tercurah di salib. Neraka yang merupakan ganjaran atas dosa-dosa
kita, justeru oleh Kristus diubahnya menjadi surga keselamatan kita.
Inilah misteri Paska yang dikerjakan Allah melalui Putera-Nya yang
mengurbankan diri bagi keselamatan umat manusia. Tanpa keyakinan akan
wafat dan kebangkitan Kristus, iman kita tidak artinya lagi, demikian
dikatakan Santo Paulus.
Kita
percaya dengan teguh dan pasti serta menanti dengan penuh pengharapan
dalam iman, bahwa sebagaimana Kristus telah bangkit dari antara orang
mati dan hidup selama-lamanya, demikian pula kita sebagai umat yang
ditebus-Nya itu akan bangkit dan hidup bersama dengan Dia
selama-lamanya. "Jika Roh Dia yang telah membangkitkan Yesus dari antara
orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan
Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu
yang fana itu oleh Roh-Nya yang diam di dalam kamu" (Rm 8:11).
Sebagai
orang yang percaya kepada Kristus dan akan kuasa kebangkitan-Nya yang
memberi kehidupan kepada kita, kita adalah Gereja-gereja Kristus yang
masih hidup dan yang mengenakan daging dengan Ia sendirilah yang menjadi
kepalanya. Kehidupan kita di dunia ini merupakan antisipasi atau
persiapan untuk suatu kehidupan yang akan datang. Karena itu, kehidupan
kita di dunia ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan yang akan
datang. Kita dapat mengalami surga sejak di dunia ini, yaitu jika kita
hidup dalam rahmat Allah; dengan pertobatan yang terus menerus.
Kebahagiaan di surga tidak lain dari pada kepenuhan hidup rahmat di
dunia ini.
Di
lain pihak, kita juga dapat mengecap atau mengalami neraka sejak hidup
di dunia ini, jika kita tidak bertobat dan tidak berpaling kepada Allah
dengan hidup dalam berbagai bentuk dosa. Sebagai akibat dari dosa
tersebut hidup kita akan dangkal, suara hati menjadi tumpul, tidak
mengalami kedamaian dan sukacita. Yang ada hanyalah hujatan-hujatan dan
kutukan terhadap Allah dengan melakukan aneka macam dosa. Inilah
gambaran kehidupan neraka. Oleh karena itu, neraka tidak lain merupakan
suatu suasana manusia menolak rahmat Allah dan memilih hidup terpisah
dari Allah dengan mengabdi kepada cinta diri yang melawan cinta Allah.
Oleh
sebab itu, kenyatan hidup yang akan datang (Eskatologis), sangat erat
kaitannya dengan hidup sekarang, bahkan kehidupan sekarang sangat
menentukan untuk hidup yang akan datang. Karenanya kehidupan sekarang
merupakan awal dari kehidupan yang akan datang. Hanya di dunia ini ada
kesempatan untuk bertobat dan kembali ke jalan Tuhan sedangkan setelah
kematian tidak ada kesempatan lagi. Memilih untuk bertobat berarti
memilih untuk hidup di tanah air surgawi dalam kebahagiaan kekal,
sedangkan memlih untuk tidak bertobat berarti memilih neraka artinya
berpisah dari Allah yang tidak lain hidup dalam penyiksaan api yang
kekal.
Kematian
dalam pandangan kristen mempunyai arti yang positif. "Bagiku hidup
adalah Kristus dan mati adalah keuntungan" (Flp 1:21) "Benarlah
perkataaan ini: Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan
Dia" (2Tim 2:11) Aspek yang sungguh baru dalam kematian kristen terdapat
dalam hal pembaptisan warga kristen secara sakramental, yaitu sesudah
"mati bersama Kristus", dapat mengalami suatu kehidupan yang baru.
Sangat indah hal ini dikatakan Santo Ignatius dari Antiokhia: "Lebih
baiklah bagiku untuk mati karena Kristus dari pada hidup sebagai raja
atas segala ujung bumi. Aku mencari Dia yang wafat untuk kita; aku
menghendaki Dia, yang bangkit demi kita. Kelahiran aku
nantikan....biarlah aku menerima sinar yang cerah. Setelah tiba di surga
aku akan menjadi manusia."
Kematian
kristiani berarti Allah memanggil manusia kepada diri-Nya, bersatu
dengan kodrat-Nya yang ilahi. (bdk. 2Ptr 1:4) Karena itu Santo Paulus
mengungkapkan hal ini: "Aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan
Kristus" (Flp 1:23). Santa Teresa dari Avila mengatakan: "Aku hendak
melihat Allah dan untuk melihat Dia, orang harus mati." Kerinduan
terdalam orang kristen adalah kebahagiaan bersama Allah sebagai Bapa
dalam kerajaan-Nya yang abadi. Di dalam dan bersama Allah, kebahagiaan
yang dirindukan itu terpenuhi dan sempurna. "Kerinduan duniawiku sudah
disalibkan di dalam aku, ada air yang hidup dan berbicara, yang berbisik
dan berkata kepadaku: Mari menuju Bapa," demikianlah ungkapan kerinduan
Santo Ignatius dari Antiokhia. Pandangan kristen tentang kematian
dilukiskan sangat indah dalam liturgi prefasi misa arwah: "Bagi umat
beriman-Mu ya Tuhan, hidup hanyalah berubah, bukannya dilenyapkan, dan
sesudah roboh rumah kami di dunia ini, akan tersedia bagi kami kediaman
abadi disurga."
Kematian
merupakan titik akhir dari perjalanan hidup manusia di dunia ini; titik
akhir dari masa rahmat dan masuk dalam kehidupan yang terakhir.
Kehidupan terakhir ini tidak ditentukan oleh seberapa besar jasa dan
perbuatan kita selama di dunia tetapi seberapa besar kita melaksanakan
hukum cinta kasih yang merupakan hukum yang utama. Santo Yohanes Salib
mengatakan: "Pada senja hidup kita, kita akan diadili dengan cinta
kasih." Karena itu, " Apabila jalan hidup kita sudah berakhir" (LG 48),
kita tidak akan kembali lagi untuk hidup beberapa waktu lagi di dunia
ini. "Manusia ditetapkan untuk hidup dan mati hanya satu kali dan
sesudah itu ia dihakimi" (Ibr 9:27). Setelah kematian tidak ada
"Reinkarnasi".
Kematian
mengakhiri kehidupan manusia di dunia ini. Ia dapat menerima atau
menolak rahmat ilahi yang ditawarkan Kristus kepadanya. Saat kematian
setiap manusia menerima ganjaran abadi dalam jiwanya yang tidak dapat
mati. Ini terjadi dalam suatu pengadilan khusus yang menghubungkan
kehidupannya dengan Kristus, entah masuk ke dalam kebahagiaan surgawi
melalui api penyucian, atau masuk langsung ke dalam kebahagiaan surgawi,
atau mengutuki dirinya untuk selama-lamanya dalam nyala api yang
kekal, yaitu neraka.
Orang
yang hidup dalam rahmat, dalam persahabatan dengan Allah, dan disucikan
sepenuhnya, akan hidup selama-lamanya dalam kebahagiaan bersama Allah
dan dalam pesekutuan dengan para malaikat dan para kudus di kerajaan
surga, tanah air yang kita nanti-nantikan. Mereka dapat memandang Dia
dalam keadaan yang sebenarnya (bdk. 1Yoh 3:2), memandang-Nya dari muka
ke muka (bdk. 1Kor 13:12). Saat itu, iman akan lenyap dan pengharapan
tidak ada lagi. Karena apa yang merupakan gambaran yang samar-samar yang
kita imani di dunia ini, telah menjadi nyata; dan apa yang tidak pernah
kita lihat akan menjadi tampak dengan jelas. Pengharapan kita kepada
Allah akan janji-janji-Nya melalui wahyu-Nya telah digenapi yaitu
kebahagiaan kekal bagi semua orang beriman. Pada waktu itu yang tinggal
hanyalah cinta. Cintalah yang menyatukan kita dengan tujuan akhir hidup
kita yaitu Sang Cinta sendiri (bdk. 1Yoh 4:16).
Konsili
Vatikan II dalam konstitusi Lumen Gentium artikel 49 (LG 49)
mengatakan: "Umat beriman yang mati setelah menerima pembaptisan
Kristus, kalau mereka tidak memerlukan penyucian ketika mereka mati,
atau kalaupun ada, sesudah yang harus disucikan atau yang akan
disucikan.......sebelum pengadilan umum setelah kenaikan Tuhan dan
penyelamat kita ke surga, sudah berada dan akan berada di surga dan
firdaus surgawi bersama Kristus dan bergabung bersama persekutuan para
malaikat yang kudus. Dan sesudah penderitaan serta kematian Tuhan kita
Yesus Kristus, jiwa-jiwa ini sudah melihat dan sungguh melihat hakikat
ilahi dengan suatu pandangan yang langsung dan bahkan dari muka ke muka
tanpa perantaraan makhluk apa pun" (bdk. Benedictus XII, PS 1000).
Hidup
di surga berarti berada bersama Allah dengan hakikat-Nya sebagai Allah
Tritunggal; Bapa, Putera dan Roh Kudus. "Hidup berarti, ada bersama
Kristus; di sana dengan sendirinya ada kehidupan, di sana ada kerajaan,"
demikian ungkap Santo Ambrosius. Misteri persekutuan, kebahagiaan
bersama Allah, mengatasi setiap pikiran, gambaran, dan perasaan
manusiawi kita. Di sanalah ada kehidupan, terang, perdamaian, perjamuan
nikah, rumah Bapa, Yerusalem surgawi dan firdaus. Itulah surga, tanah
air yang kita dambakan dalam hidup ini.
Siapa
yang mati dalam rahmat dan dalam persahabatan dengan Allah namun belum
disucikan secara sempurna sudah pasti akan menikmati tanah air abadi
yaitu surga. Akan tetapi, sebelum ia bersatu dengan Allah dan menikmati
kebahagiaan surgawi, ia masih harus menjalankan suatu pemurnian atau
penyucian, supaya ia sempurna dalam kesuciannya sehingga ia dapat masuk
ke dalam kebahagiaan surgawi. Pandangan Gereja Katolik menamakan tempat
ini dengan Api Penyucian atau Purgatorium. Ini berbeda dengan siksaan
abadi atau neraka. Purgatorium merupakan suatu tempat persinggahan untuk
dimunikan sebelum masuk dan bersatu dengan Allah dalam kerajaan surga.
Tradisi
Gereja berbicara tentang api penyucian yang berpedomaan pada teks-teks
Kitab Suci seperti: 1Kor 3:15, 1Ptr 1:7. Hal ini juga ditegaskan oleh
Santo Gregorius Agung: "Kita harus percaya bahwa sebelum pengadilan,
masih ada api penyucian untuk dosa-dosa ringan tertentu, karena
kebenaran abadi mengatakan bahwa kalau seseorang menentang Roh Kudus, ia
tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, di dunia yang akan datang pun
tidak” (bdk. Mat 12:32). Dari ungkapan ini nyatalah bahwa beberapa dosa
dapat diampuni di dunia yang akan datang.
Ajaran
Gereja katolik tentang purgatorium, yang mendorong umatnya untuk
mendoakan orang-orang yang sudah meninggal memiliki dasar alkitabiahnya.
Dikisahkan Yudas Makabe mengadakan kurban penyilihan untuk orang-orang
mati supaya mereka dibebaskan dari segala dosanya (2Mak 12:45). Sejak
zaman dahulu Gereja sangat menghargai peringatan akan orang-orang mati
(1 November) dan membawa mereka dalam doa terutama dalam Ekaristi, pada
Doa Syukur Agung: "Berikanlah istirahat kekal kepada mereka dan kepada
semua saudara yang meninggal dalam Kristus, kasihanilah dan sambutlah
mereka dalam pangkuan-Mu."
Di
samping surga dan purgatorim yang merupakan tempat kebahagiaan abadi
dan tempat penyucian, ada juga neraka. Yesus berbicara beberapa kali
tentang 'Gehena' yaitu api yang tak terpadamkan (Mat 5:22.29, 13:49, Mrk
9:43-48), yang ditentukan bagi mereka yang sampai akhir hidupnya
menolak untuk percaya dan bertobat. Oleh karena itu, mereka tidak dapat
disatukan dengan Allah. Mereka tidak mencintai Allah dan melakukan
dosa-dosa besar terhadap Dia, terhadap sesama, dan terhadap diri
sendiri. "Barang siapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut. Setiap
orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh. Dan kamu tahu
bahwa tidak ada seorang pembunuh yang memiliki hidup kekal dalam
dirinya" (1Yoh 3: 14-15).
Ajaran
Gereja mengatakan bahwa ada neraka dan bahwa hukuman neraka berlangsung
sampai selama-lamanya. Jiwa orang yang mati dalam keadaan dosa berat
langsung sesudah kematian menuju ke dunia orang mati tempat mereka
mengalami siksaan neraka; api abadi. Ini merupakan suatu keterpisahan
abadi dengan Allah, pencipta dan sumber kehidupan.
Jika
surga adalah kebahagiaan abadi bersama Allah, maka neraka merupakan
suatu kebalikan dari surga yaitu terpisah dari Allah untuk
selama-lamanya. Ini terjadi karena selama hidupnya ia menolak Allah dan
rahmat yang ditawarkan-Nya yaitu keselamatan.
RENUNGAN SINGKAT
Kematian
merupakan suatu peristiwa yang sangat menyedihkan, apalagi jika menimpa
seseorang yang sangat kita cintai. Tak ada penderitaan yang lebih besar
daripada penderitaan ketika kita merasa ditinggalkan atau kehilangan
seseorang. Demikian juga penderitaan yang dialami Bunda Maria, mencapai
puncaknya ketika Sang Anak yang terkasih tak berdaya di kayu salib.
Namun, seperti suatu benih tak akan menghasilkan buah banyak, jika ia
tidak mati lebih dahulu, demikianlah kematian Kristus menghasilkan buah
yang tak terkatakan bagi keselamatan umat manusia, melalui
kebangkitan-Nya dari antara orang mati.
Hidup
Kristen merupakan suatu perjalanan mengikuti jejak Kristus yang telah
dibangkitkan dari antara orang-orang mati sebagai yang sulung dari
orang-orang yang telah meninggal (bdk. 1Kor 15:20). Kristus wafat di
salib untuk menyelamatkan manusia dan memberikan suatu kehidupan kekal
kepadanya. Kita percaya bahwa di mana iman akan Yesus Kristus tumbuh dan
berbuah, di sanalah jejak-jejak kebangkitan akan terpenuhi oleh
Kristus. Dengan iman yang kita miliki sejauh kita hidup dalam rahmat dan
dalam persahabatan dengan Allah terus-menerus, suatu saat kita akan
berkumpul bersama dalam perjamuan nikah Anak Domba di surga. Bukankah
hidup kita merupakan suatu harapan? Berharap...ya senantiasa berharap!!!
Allah tidak akan mengingkari janji-Nya. Harapan kita tidak pernah
dikecewakan-Nya. Saat ini kita tidak mengerti kehendak Tuhan yang
terjadi atas diri kita. Namun, satu hal yang pasti bahwa kebangkitan
adalah suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri dan surga merupakan
tempat kediaman kita selama-lamanya, tanah air abadi yang kita rindukan,
tempat semua makhluk merasakan cinta dan kebaikan seorang Bapa kepada
anak-anak-Nya.
Kematian
bukanlah akhir dari segala-galanya tetapi merupakan suatu perjalanan
menuju kediaman abadi dalam rumah Bapa. Untuk menyediakan tempat bagi
kitalah, Kristus harus meninggalkan dunia ini dan wafat disalib. (bdk.
Yoh 14:2). Dengan demikian, kematian merupakan perjalanan pulang dari
perziarahan menuju pangkuan Bapa. Bapa menanti kita semua untuk
berkumpul dalam kerajaan-Nya sebagai anak dan Bapa, dan memerintah
bersama Dia untuk selama-lamanya....(Why 22:5).
Penulis: Elisa Maria CSE
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !