Budaya sebagai pondasi hidup sebuah komunitas masyarakat yang telah
diwariskan dari generasi ke generasi harus perlu dilestarikan, karena
segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat yang telah ditentukan oleh
masyarakat itu sendiri yang tentu sangat erat hubungannya dengan
komunitas warga atau masyarakat. Misalnya pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Oleh karena itu, segala sesuatu yang secara turun temurun diajarkan dari satu generasi ke generasi harus dijaga dan dihayati setiap orang Papua ditengah arus perubahan. Hal ini dikatakan demikian karena, banyak nilai-nilai positif dalam budaya semakin hilang atau tidak dihayati ditengah arus perubahan pembangunan dan modernisasi yang tentu berdampak pada krisis identitas dan moral, apalagi generasi mendatang akan menjadi tantangan besar.
Orang Papua mesti menggali dan mempelajari budayanya masing-masing, karena ini merupakan suatu proses pembelajaran dan sekaligus internalisasi norma-norma budaya, nilai sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius dan lain-lain. Lebih daripada itu, Dinas Pendidikan dan Pengajaran (Dinas P dan P) Propinsi Papua dan Papua Barat hendaknya mengakomodir keanekaragaman budaya dalam ranah pendidikan di Papua, apalagi Kurikulum Pendidikan Nasional Tahun 2013 telah memberi peluang yang sangat besar dengan maksud itu. Misalnya mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Artinya, setiap daerah diberikan kewenangan untuk merumuskan pelajaran tersebut berdasarkan konteks budaya setempat, apalagi Propinsi Papua dan Papua Barat yang telah diberikan Otonomi Khusus sejak tahun 2001.
Dengan demikian, langkah yang perlu diambil oleh Dinas P dan P Propinsi ialah membentuk Tim Khusus untuk merumuskan petunjuk umum pelajaran muatan lokal yang selanjutnya menjadi pedoman bagi tiap daerah dalam menggali dan merumuskan pelajaran muatan lokal. Kebijakan ini seharusnya sudah diambil pasca pemberlakuan Otsus, karena salah satu tujuan pemberian Otsus ialah memproteksi orang asli Papua dalam berbagai aspek termasuk pendidikan. Memproteksi keanekaragaman budaya berdasarkan suku masing-masing menjadi relevan pada masa kini, karna kebudayaan sebagai sarana hasil karya, rasa dan cipta masyarakat pribumi semakin dilupakan.
Oleh karena itu, pendidikan formal hendaknya sarana bagi orang asli Papua untuk mempelajari benda-benda yang diciptakan oleh para leluhur (pendahulu) sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lain-lain yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Apalagi bahasa dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari diri tiap orang sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis, karena setiap anggota komunitas mempelajari budaya melalui bahasa. Juga seseorang membutuhkan bahasa dalam membangun interaksi sosial. Menyadari akan hal itu, maka beberapa daerah di luar Papua sudah lama mengajarkan bahasa daerah mereka dalam pendidikan formal. Lantas, di Papua tidak terjadi demikian, padahal Otsus sudah berjalan 13 tahun. Oleh karena itu, memproteksi Orang Asli Papua di setiap daerah merupakan kebutuhan yang mendesak yang perlu diperhatikan oleh Dinas P dan P.
Memproteksi orang asli Papua tidak bisa hanya sekedar menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui program-program meningkatkan kesejahteraan guru, study lanjut, beasiswa, bantuan Studi Akhir dan lain sebagainya. Pengkaderan atau menyiapkan SDM melalui program-program tersebut tidak bisa dianggap sebagai memproteksi orang asli Papua, karna kebijakan-kebijakan seperti itu adalah tanggungjawab pemerintah dan biasanya diambil pula di daerah-daerah yang tidak diberikan Otsus, seperti daerah-daerah lain di luar Papua.
Yang dibutuhkan saat ini di Papua ialah kebijakan khusus mengenai pelajaran muatan lokal yang perlu digali, dirumuskan dan diberlakukan sebagai Pelajaran Muatan Lokal. Pendidikan yang bermuatan lokal harus menjadi perhatian serius Dinas P dan P dalam memproteksi Orang Asli Papua. Jikalau tidak demikian, maka pertanyaannya: keberpihakan apakah yang pernah diambil Dinas P dan P untuk memproteksi Orang Asli Papua khususnya dalam proses belajar mengajar di sekolah-sekolah? Oleh karena itu, Dinas P dan P mesti memikirkan langkah-langkah kongkrit dalam merumuskan pelajaran muatan lokal yang tentu mengangkat budaya dari suku-suku yang ada ditiap daerah.
Hal ini penting diseriusi pemerintah karena menggali dan merumuskan pelajaran muatan lokal itu tidaklah mudah, karena dalam menggali dan merumuskan 1 pelajaran saja mengandung banyak unsur yang menjadi perhatian. Misalnya pelajaran Seni Budaya terdapat; seni suara dan musik, seni tari/gerak, drama/teather, sastra bahasa, dan sebagainya. Ini tidaklah mudah, maka perlu dipikirkan secara serius melalui sebuah tim untuk menggagas lebih lanjut.
Oleh: Marko Mtb Pekei
Oleh karena itu, segala sesuatu yang secara turun temurun diajarkan dari satu generasi ke generasi harus dijaga dan dihayati setiap orang Papua ditengah arus perubahan. Hal ini dikatakan demikian karena, banyak nilai-nilai positif dalam budaya semakin hilang atau tidak dihayati ditengah arus perubahan pembangunan dan modernisasi yang tentu berdampak pada krisis identitas dan moral, apalagi generasi mendatang akan menjadi tantangan besar.
Orang Papua mesti menggali dan mempelajari budayanya masing-masing, karena ini merupakan suatu proses pembelajaran dan sekaligus internalisasi norma-norma budaya, nilai sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius dan lain-lain. Lebih daripada itu, Dinas Pendidikan dan Pengajaran (Dinas P dan P) Propinsi Papua dan Papua Barat hendaknya mengakomodir keanekaragaman budaya dalam ranah pendidikan di Papua, apalagi Kurikulum Pendidikan Nasional Tahun 2013 telah memberi peluang yang sangat besar dengan maksud itu. Misalnya mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Artinya, setiap daerah diberikan kewenangan untuk merumuskan pelajaran tersebut berdasarkan konteks budaya setempat, apalagi Propinsi Papua dan Papua Barat yang telah diberikan Otonomi Khusus sejak tahun 2001.
Dengan demikian, langkah yang perlu diambil oleh Dinas P dan P Propinsi ialah membentuk Tim Khusus untuk merumuskan petunjuk umum pelajaran muatan lokal yang selanjutnya menjadi pedoman bagi tiap daerah dalam menggali dan merumuskan pelajaran muatan lokal. Kebijakan ini seharusnya sudah diambil pasca pemberlakuan Otsus, karena salah satu tujuan pemberian Otsus ialah memproteksi orang asli Papua dalam berbagai aspek termasuk pendidikan. Memproteksi keanekaragaman budaya berdasarkan suku masing-masing menjadi relevan pada masa kini, karna kebudayaan sebagai sarana hasil karya, rasa dan cipta masyarakat pribumi semakin dilupakan.
Oleh karena itu, pendidikan formal hendaknya sarana bagi orang asli Papua untuk mempelajari benda-benda yang diciptakan oleh para leluhur (pendahulu) sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lain-lain yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Apalagi bahasa dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari diri tiap orang sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis, karena setiap anggota komunitas mempelajari budaya melalui bahasa. Juga seseorang membutuhkan bahasa dalam membangun interaksi sosial. Menyadari akan hal itu, maka beberapa daerah di luar Papua sudah lama mengajarkan bahasa daerah mereka dalam pendidikan formal. Lantas, di Papua tidak terjadi demikian, padahal Otsus sudah berjalan 13 tahun. Oleh karena itu, memproteksi Orang Asli Papua di setiap daerah merupakan kebutuhan yang mendesak yang perlu diperhatikan oleh Dinas P dan P.
Memproteksi orang asli Papua tidak bisa hanya sekedar menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui program-program meningkatkan kesejahteraan guru, study lanjut, beasiswa, bantuan Studi Akhir dan lain sebagainya. Pengkaderan atau menyiapkan SDM melalui program-program tersebut tidak bisa dianggap sebagai memproteksi orang asli Papua, karna kebijakan-kebijakan seperti itu adalah tanggungjawab pemerintah dan biasanya diambil pula di daerah-daerah yang tidak diberikan Otsus, seperti daerah-daerah lain di luar Papua.
Yang dibutuhkan saat ini di Papua ialah kebijakan khusus mengenai pelajaran muatan lokal yang perlu digali, dirumuskan dan diberlakukan sebagai Pelajaran Muatan Lokal. Pendidikan yang bermuatan lokal harus menjadi perhatian serius Dinas P dan P dalam memproteksi Orang Asli Papua. Jikalau tidak demikian, maka pertanyaannya: keberpihakan apakah yang pernah diambil Dinas P dan P untuk memproteksi Orang Asli Papua khususnya dalam proses belajar mengajar di sekolah-sekolah? Oleh karena itu, Dinas P dan P mesti memikirkan langkah-langkah kongkrit dalam merumuskan pelajaran muatan lokal yang tentu mengangkat budaya dari suku-suku yang ada ditiap daerah.
Hal ini penting diseriusi pemerintah karena menggali dan merumuskan pelajaran muatan lokal itu tidaklah mudah, karena dalam menggali dan merumuskan 1 pelajaran saja mengandung banyak unsur yang menjadi perhatian. Misalnya pelajaran Seni Budaya terdapat; seni suara dan musik, seni tari/gerak, drama/teather, sastra bahasa, dan sebagainya. Ini tidaklah mudah, maka perlu dipikirkan secara serius melalui sebuah tim untuk menggagas lebih lanjut.
Oleh: Marko Mtb Pekei
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !