Yogyakarta-- Seratusan mahasiswa Papua dari Yogyakarta,
Surabaya, Semarang, bersatu dalam wadah
Solidaritas Untuk Papua (SUP),
menggelar demo damai di Yogyakarta, hari ini, Selasa pagi (30/07/13),
menyikapi tragedi kematian 19 orang dan puluhan korban lainnya di GOR
Nabire.
Massa aksi awalnya kumpul di depan Asrama kamasan I
Papua, jalan Kusumanegara. Pukul 09.03 pagi, aksi dimulai, diawali doa.
Selanjutnya, teriakan massa terdengar, mengutuk para aktor intelektual di balik
Kejadian Luar Biasa (KLB) di gedung GOR, Kota Lama, Nabire.
Massa bergerak ke titik nol Km, jalan kaki, sambil bergantian
orasi. "Kami sayangkan penipuan publik
oleh polisi, pihak yang mestinya menegakkan kejujuran di Papua, terkait
penipuan mereka. Polisi klaim, ada 150 orang yang turun mengamankan
pertandingan tinju. Kenyataannya, hanya Sat Pol PP 2 orang dan dan polisi 4
orang," kata salah satu massa aksi dalam orasinya. "Kejadian itu bukan musibah,
tetapi kejahatan kemanusiaan luar biasa yang telah dirancang, dan berhasil
dilakukan secara sistematis, terstruktur, terencana oleh oknum-oknum yang
memiliki kepentingan di atas tanah Papua," tulis SUP dalam release yang dikirim
kepada media ini.
"KLB GOR Nabire ini ada kaitannya dengan pengalihan
masalah pelanggaran HAM orang Papua oleh negara Indonesia melalui militernya,
ke arah masalah konflik horizontal antar
masyarakat Papua sendiri, masalah kesejahteraan atau masalah sosial, antar
masyarakat Papua sendiri," teriak seorang mahasiswa dalam orasinya.
Mahasiswa menunding, mereka yang berkepentingan berusaha menciptakan perpecahan di tubuh orang
Papua. "Ini juga ada kaitannya dengan kedatangan pemantau dari MSG. Tidak lain
dan tidak bukan, ada dalangnya. Dan seperti yang sudah-sudah, militer Indonesia
adalah dalang KLB. Terbukti, dengan tidak diturunkannya keamanaan saat final tinju
Bupati Cup. Dia ingin lempar batu sembunyi tangan."
Sementara itu, Alfrid Dumupa, koordinator aksi SUP juga
menyayangkan tindakan 'saling lempar' antara pihak Rumah Sakit dan Kepolisian
terkait visum korban.
"Rumah Sakit mau kasih surat Visum bila ada surat
keterangan dari polisi. Sementara Polisi Nabire bilang, mereka tidak berhak
keluarkan surat itu. Jadinya, mayat tidak di visum. Dan mengapa korban meninggal, masih misterius. Ini bisa
jadi salah satu upaya menutup pengungkapan kasus ini," kata Dumupa memberi keterangan.
Andy, salah satu mahasiswa Papua, dalam orasinya juga mengkritik media nasional
dan Komnas HAM yang menurutnya, tidak
memberitakan hal yang benar.
"Media nasional lebih memilih mendengar apa kata
Polisi, pejabat, daripada korban KLB GOR Nabire. Korban bersaksi ada sejenis
asap yang buat kepala pusing, badan lemas dan mata kabur pas di pintu. Malah
oleh media nasional, komnas HAM dalam pengumuman investigasinya, mengatakan itu
musibah. Musibah itu tidak disengaja. Baru 19 orang mati di tempat dalam
beberapa detik itu bagaimana?" tanyanya serius.
Dalam press release, SUP menulis, "kalau dianalisis,
kejuaraan tinju telah dijadikan tempat menciptakan konflik horizontal, antar
orang Papua sendiri, oleh oknum-oknum yang berkepentingan secara terstruktur,
sistematis, dan terencana."
SUP menuduh TNI/POLRI adalah oknum yang berada di balik
peristiwa KLB GOR Nabire itu, demi kepentingan mereka, yang bila diraba, itu
berkaitan dengan pengalihan isu, dari pelanggaran HAM orang Papua, ke masalah
sosial, dan masalah kemanusiaan yang
bersifat horizontal, antara orang Papua sendiri. "TNI/POLRI yang adalah
aktor abadi pelanggaran HAM Papua sejak papua dianeksasi RI," kata salah seorang
mahasiswa dalam orasinya, "Mereka terkesan mulai 'lempar batu sembunyi tangan,' untuk kepentingan yang ada hubungannya dengan
MSG, dan pemusnahan etnis Melanesia Papua."
"KLB ini jadi
bukti nyata dari kata-kata
jenderal TNI, Ali Murtopo," kata seorang mahasiswa dari Yogyakarta. "Ali
Murtopo saat itu yang mengatakan; Indonesia tidak butuh orang Papua. Indonesia
butuh tanah Papua yang kaya. Bila ingin merdeka, kata Murtopo, silahkan orang
Papua merdeka suati AS agar diterbangkan ke bulan, dan merdeka di sana,
atau mencari pulau lain di Pasifik agar
merdeka disana. KLB ini bukti nyatanya. Jadi solusi terbaik hanya Papua
Merdeka. Itu solusi berbaik," katanya lagi.
Dengan berbagai alasan di atas, SUP menuntut 6 hal.
Pertama, copot jabatan Tito Karnavian sebagai Polda Papua. Dalam
kepemimpinannya, banyak masalah HAM terjadi. Sikap represif terhadap aspirasi orang
Papua dan pembrendelan kebebasan pers nyata terjadi. Tito dianggap tidak paham
dan tidak cocok jadi Polda Papua.
Kedua, SUP minta bupati Nabire, Isayas Douw, sebagai
pimpinan tertinggi pemerintah, harus bertanggung jawab atas KLB. Berikutnya,
agar RSUD Siriwini segera mengeluarkan surat Visum korban, dan meminta Komnas
HAM, usut tuntas KLB, karena mahasiswa menilai, ada yang mendalangi peristiwa
ini.
Mahasiswa dalam wadah SUP juga meminta SBY-Budiono
menuntaskan persoalan HAM dan buka ruang
kebebasan bagi penyampaian aspirasi rakyat Papua, dan menyerukan Indonesia
untuk menarik militer dari tanah Papua.
(BT/MS)
(BT/MS)
Sumber:http://majalahselangkah.com/content/klb-gor-nabire-pelanggaran-ham-sistematis-oleh-tni-polri-
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !