Dipinggir
jalan trans nabire meuwodidee ,ibu ku menangis sambil memeluk Aku. Diciumnya kedua pipi ku. Dibelainya kepala aku yang tertutup topi warna putih.
Sambil berucap selamat jalan Nak ku.
Indahnya cinta sang ibu. Dengan penuh tangisan ia
melepaskan aku. Demi menuntut ilmu. Demi pendidikan. Ya…demi
pendidikan. aku pun tak jauh berbeda. Aku lukiskan lagi rona-rona harapan masa depan ku. aku kuatkan hati ibu ku dengan janji-janjinya yang luar biasa. Ibu ku
mulai menjauh, tetesan air mata tetean air mulai deras berjatuhan. Seolah
ingin berlari dan memeluk ibuku lagi. Tapi aku berusaha tegar. Aku menahan diri untuk hal tersebut. Aku pun tersenyum sambil melambaikan
tangan ku. Dalam hati kecil ku rasa sedih tak bisa cepat Ku hapuskan.
“Ibu aku sayang ibu, Aku pasti kan sangat merindukanmu,
Aku janji bu tak akan pernah mengecewakanmu, aku berjanji bu akan meraih
cita-citaku. Cukup doakan saja aku Bu. Doamu sumber kekuatanku.Aku
disinipun akan selalu mendoakanmu, menyembuhkan rindu padamu dengan
melihat fotomu, Aku tetap akan menjadi anak ibu. Janji”
Sang anak menghapus air matanya seiring dengan tak terlihatya sang ibu.
Betapa besar kasih sayang ibu ku. Dia rela melepaskan darah
dagingnya jauh darinya. Ingat DARAH DAGINGnya sendiri. Darah daging yang
telah dilahirkannya dengan taruhan nyawa. Darah daging yang telah ia
susui selama 2 tahun, bahkan lebih. Darah daging yang telah ia ajari doa, darah daging yang ia besarkan dengan
keringat dan air mata, darah daging yang sangat dia jaga kesuciannya,
darah daging yang senantiasa didoakannya. Didoakan malamnya,didoakannya dalam tiap hembusan nafasnya. Dididiknya dengan
dasar tiga pilar huum, dibimbingnya dengan bimbingan yang diajarkan Tuhan,
dituntunnya agar bisa menghadapi segala cobaan dan rintangan.
Ingatkah kalian, ketika suatu ketika kalian gagal dalam sebuah ujian..?
Ibu ku..?
siapa tempat bersandar setelah mengelu pada Tuhan...?
Siapa
yang menyemangati kalian..?
ibu ku..?
Kalian takkan pernah berarti tanpa
seorang perempuan nan luarbiasa ini.
Saat kalian pulang dengan wajah masam, siapa yang pertama jadi
pelampiasan? Terkadang, tanpa sadar ibu lah tempat pelampiasan. Padahal
ibu tak mengetahui apa yang baru saja terjadi. Ibu tak mengetahui duduk
perkaranya. Namun karena ia adalah wanita yang luar biasa, ia tak akan
balas masam pada kalian, tapi dengan lembut menenangkan hati kalian.
Dengan penuh kehangatan ia peluk tubuh kalian yang penuh dengan
kemasaman. Hingga tersadar betapa tidak akan berartinya kalian tanpanya.
Betapa tak berdayanya kalian tanpanya. Ini bukan mengesampingkan Tuhan.
Tuhan tetap yang pertama dan paling utama. Namun saya dan kalian semua
manusia biasa, tak mungkin lepas dari peran manusia lain. Iya kan??
Kebiasaan berada disamping ibu, kebiasaan dibelai ibu, kebiasaan
ditenangkan ibu akhirnya terlepas saat kalian kuliah di tanah orang.
Saat pulang dari kampus, tak ada sambutan ibu. Terkadang tak ada makanan
di kos, tak ada yang menyucikan baju, tak ada yang menyetrikan baju.
Dan saat itu kalian semua tersadar. Ibu bukan pembantu.
Hidup ditanah orang, merantau nan jauh dari orangtua, menuntut ilmu
di sebuah perguruan. Ya…kita saat ini..saya dan kalian semua.
Saya dan kalian yang menghadapi kenyataan ini.
Maka jagalah kepercayaan mereka terhadap kita. Jadilah manusia yang
amanah dalam mengemban tangung jawab. Dan terus semangat menggapai angan
dan cita-cita. Hingga suatu saat, kita semua bertemu dengan keluarga
besar kita masing-masing disaat jas wisuda terpasang rapi ditubuh kita.
Dengan bangga keluarga tercinta menyalami kita. Berfoto bersama dan
kembalilah ciuman dan pelukan hangat sang ibu. Bukan hanya ibu, tapi
ayah dan saudara-saudara kita. Mereka bangga menjadi bagian dari kita
semua. Bayangkan teman ketika nanti kita mengenakannya. Tumbuhkan
semangat kalian untuk mencapainya. Tegarkan jiwa kalian.
Tidak berhenti sampai disitu. Tekadkan dalam hati kalian, bahwa
kalian semua akan membalas jasa-jasa ibu dan ayah
kalian. Jadi manusia yang bermanfaat untuk umat, jadi manusia yang
bermartabat, yang tetap dalam orbit agama dalam melangkah hidup nya.
Terimah kasih Ibundah ku
A. MOTENAGOO MOTE...
By: Step Makituma Pigai
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !