Refleksi
bersama tersebut hadir juga tiga narasumber yakni, Pater Neles Tebay Pr,
Mgr. Leo Laba Ladjar, OFM (uskup Jayapura) dan mewakili Jurnalis Bapak Yonas.
Selain itu, hadir juga para Pastor dari Jayapura, Alumni-alumni STFT “FT” yang
ada di Jayapura dan para mahasiswa STFT “FT”.
Pada
kesempatan itu, dalam syaringnya Pater Neles mengatakan keterlibatannya dalam
upaya mendorong dialog Jakarta-Papua itu, demi Papua Tanah Damai. “saya secara pribadi terlibat secara penuh
dalam upaya mendorong dialog Jakarta-Papua demi Papua Tanah Damai” tulis
Pater Neles dalam peper yang dibagikan.
Pater
juga mengatakan, usaha mempromosikan jalan dialog dalam memperjuangkan keadilan
dan perdamaian, sudah dimulainya sejak tahun 1998, seperti yang tertera dalam
makalah berjudul “Memperjuangkan keadilan
dan perdamaian di Irian Jaya” (sekarang Papua), dan tentang dialog tertera
pada halaman 23-38. Makalah tersebut menurut Pater pernah dipresentasikan dalam
seminar dosen STFT “FT” yang bertema “Pemikiran
tentang reformasi di Bidang Keagamaan dan Kemasyarakatan dalam Konteks Irian
Jaya”, rabu, 24 November 1998 di aula STFT FT. Maka sebelum Konggres
Nasional Papua II, juni 2000, Promosi dialog itu sudah pernah dilakukan.
Selain
itu, Pater mengatakan keterlibatannya untuk mendorong dialog dipengaruhi oleh
keberadaannya sebagai orang Mee, orang Papua, orang Katolik, orang yang pernah
menggumuli dunia jurnalistik, dan orang yang belajar Misiologi.
Pater
juga Neles membagikan refleksi atas perjuangan dialog Jakarta-Papua, pentingnya
dialog, motivasi, tujuan, metode, maupun tantangan-tantangan yang dihadapi
hingga kini.
Pada
kesempatan yang sama Uskup Jayapura mengatakan Konflik Papua mesti
diselesaikan, prinsip menghargai martabat manusia, prinsip subsidialitas dan
prinsip damai atau anti kekerasan.
Di
sisi lain, Uskup mengatakan peran iman sangat penting dalam perjuangan, karena
iman dapat mencerdaskan akal budi dan iman dapat menjadi penerang bagi akal
budi untuk berpikir dan bertindak secara bermartabat. Maka iman menjadi dasar
dalam perjuangan demi kedamaian.
Selain
itu, Bapak Yosi melihat dialog sebagai suatu proses ‘menjadi’. Proses di manan
menjadi sesuatu dan sesuatu itu adalah kedamaian bagi tanah Papua. Jadi
menurutnya dialog sebagai jalan untuk mencapai suatu tujuan dan kalau tujuan
itu sudah tercapai masih harus mengejar tujuan berikutnya sampai pada tujuan
finalis. Di samping itu ia juga sedikit menyinggung profesi sebagai wartawan di
tanah Papua.
Setelah
para narasumber mensyeringkan materinya, dilanjutkan dengan
pertanyaan-pertanyaan refleksi bersama oleh peserta yang hadir pada kesempatan
tersebut. Kegiatan tersebut ditutup dengan makan bersama.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !